Aku

HALAMAN UTAMA
PENGURUS
INFO TERKINI
BUKU TAMU
KONTAK
PROKER
ARTIKEL
TAUSYIAH
GALERI

dia

RIAK MEMUSNAHKAN PAHALA

Syidad bin Ausi berkata, "Suatu hari saya melihat Rasulullah S.A.W sedang menangis, lalu saya pun bertanya beliau, Ya Rasulullah, mengapa anda menangis?"
Sabda Rasulullah S.A.W, "Ya Syidad, aku menangis kerana khuatir terhadap umatku akan perbuatan syirik, ketahuilah bahawa mereka itu tidak menyembah berhala tetapi mereka berlaku riak dengan amalan perbuatan mereka."
Rasulullah bersabda lagi, "Para malaikat penjaga akan naik membawa amal perbuatan para hamba dari puasanya, solatnya, dermanya dan sebagainya. Para malaikat itu mempunyai suara seperti suara lebah dan mempunyai sinar matahari dan bersama mereka itu 3,000 malaikat dan mereka membawa ke langit ketujuh."

Malaikat yang diserahi ke langit berkata kepada para malaikat penjaga, "Berdirilah kamu semua dan pukulkanlah amal perbuatan ini ke muka pemiliknya dan semua anggotanya dan tutuplah hatinya, sungguh saya menghalangi sampainya kepada Tuhan saya setiap amal perbuatan yang tidak dikehendaki untuk Tuhan selain daripada Allah (membuat sesuatu amal bukan kerana Allah)."
"Berlaku riak di kalangan ahli fiqh adalah kerana inginkan ketinggian supaya mereka menjadi sebutan. Di kalangan para ulama pula untuk menjadi popular di kota dan di kalangan umum. Allah S.W.T telah memerintahkan agar saya tidak membiarkan amalnya melewati saya akan sampai selain kepada saya."

Malaikat penjaga membawa amal orang-orang soleh dan kemudian dibawa oleh malaikat di langit sehingga terbuka semua aling-aling dan sampai kepada Allah S.W.T. Mereka berhenti di hariban Allah dan memberikan persaksian terhadap amal orang tersebut yang betul-betul soleh dan ikhlas kerana Allah.
Kemudian Allah S.W.T berfirman yang bermaksud, "Kamu semua adalah para malaikat Hafazdah (malaikat penjaga) pada amal-amal perbuatan hamba-Ku, sedang Aku-lah yang mengawasi dan mengetahui hatinya, bahawa sesungguhnya dia menghendaki amal ini bukan untuk-Ku, laknat para malaikat dan laknat segala sesuatu di langit."

 

 

TAFSIR SURAT  AL – FATIHAH

            Abu Bakar bin al- Anbari meriwayatkan dari Qatadah, ia menuturkan surat-surat dalam al-Qur’an yang turun di Madinah adalah surat al-Baqarah, Ali-Imran, an-Nisaa, al-Maidah, Bara’ah, ar-Ra’ad, an-Nahl, al-Hajj, an-nuur, al-Ahzab, Muhammad, al-hujurat, ar-Rahman, al-Hadid, al-Mujadalah, al-Hasyr, al-Mumtahanah, ash-Shaff, al-Jumu’ah, al-Munafiqun, at-Taghabun, ath-Thalaq, dan ayat “Yaa ayyuhannabiyyu lima tuharrimu” sampai pada ayat kesepuluh, az-Zalzalah, dan an-Nashr. Semua surat di atas diturunkan di Madinah, dan surat-surat yang lainnya diturunkan di Mekkah.

            Al- Qurthubi mengatakan, para ulama sepakat bahwa di dalam al-Qur’an tidak terdapat sedikitpun suatu susunan kata yang a’jamiy (non Arab). Dan mereka sepakat bahwa di dalam al-Qur’an itu terdapat beberapa nama asing (non-Arab) misalnya lafazh Ibrahim.
            Disebut al-Fatihah artinya pembukaan kitab secara tertulis. Dan dengan al-Fatihah itu dibuka bacaan di dalam shalat. Anas bin Malik menyebutkan, al-Fatihah itu disebut juga Ummul Kitab menurut jumhurul ulama. Dalam hadist shahih yang diriwayatkan al-Tirmidzi dari Abu Hurairah, ia menuturkan, Rasulullah saw bersabda :
Adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, as-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang), dan al-Qur’anul Azhim.
            Surat ini juga disebut dengan sebutan al-Hamdu dan ash-Shalah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw, dari Rabbnya, Dia berfirman : “Aku membagi shalat antara diriku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Jika seorang hamba mengucapkan: ‘alhamdulillahi rabbil alamin’, maka Allah berfirman, Aku telah dipuji oleh hamba-Ku.

Al-Fatihah disebut ash-Shalah, karena al-Fatihah itu sebagai syarat sahnya shalat. Selain itu, al-Fatihah disebut juga asy-Syifa. Berdasarkan hadits riwayat ad-Darimi dari Abu Sa’id, sebagai hadits marfu : Fatihatul kitab itu merupakan syifa (penyembuh) dari setiap racun.

            Juga disebut ar-Ruqyah. Berdasarkan hadits Abu Sa’id, yaitu ketika menjampi (ruqyah) seseorang yang terkena sengatan, mak Rasulullah saw bersabda: “Dari mana engkau tahu bahwa al-Fatihah itu adalah ruqyah.”

            Surat al-Fatihah diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Demikian dikatakan Ibnu Abbas, Qatadah, dan Abu al-Aliyah. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa surat ini turun di Madinah (Madaniyah). Inilah pendapat Abu Hurairah, Mujtahid, Atha bin Yasar, dan az-Zuhri. Ada yang berpendapat, surat al-Fatihah turun dua kali, sekali turun di Mekkah dan yang sekali lagi di Madinah.
            Dan surat ini, secara sepakat, terdiri dari tujuh ayat. Hanya saja terdapat perbedaan pada masalah basmalah, apakah sebagai ayat yang berdiri sendiri pada awal surat al-Fatihah, sebagaimana menurut kebanyakan para qurra’ Kufah, dan pendapat segolongan sahabat dan tabi’in. Atau bukan sebagai ayat pertama dari surat tersebut, sebagaimana yang dikatakan para qurra dan ahli fiqih Madinah. Dan mengenai hal ini terdapat tiga pendapat, yang insya Allah akan dikemukakan pada pembahasan berikutnya.

            Mereka mengatakan, surat al-Fatihah terdiri dari 25 kata dan 113 huruf. Al-Bukhari mengatakan dalam awal kitab tafsir, “Disebut Ummul Kitab, karena al-Fatihah ditulispada permulaan al-Qur’an dan mulai dibaca pada permulaan shalat. Ada juga yang berpendapat, disebut demikian karena seluruh makna al-Qur’an kembali kepada apa yang dikandungnya.”
            Ibnu Jarir mengatakan, orang Arab menyebut “umm” untuk semua yang mencakup atau mendahului sesuatu jika mempunyai hal-hal lain yang mengikutinya dan ia sebagai pemuka yang meliputinya. Seperti umm al-ra’s, sebutan untuk kulit yang mengandung otak. Mereka menyebut bendera dan panji tempat berkumpulnya pasukan dengan umm.

            Dzu ar-Rummah mengatakan :
            Pada ujung tombak itu terdapat panji kami, yang menjadi lambing bagi kami. Sebagai pedoman segala urusan, yamg sedikitpun tak kan kami mengkhianatinya.

            Maksudnya tombak. Mekkah disebut umm al-Qura karena keberadaannya terlebih dahulu dan sebagai penghulu bagi kota-kota lain. Ada juga yang berpendapat karena bumi terbentang darinya.
            Dan benar disebut as-Sab’ul Matsani karena dibaca berulang-ulang dalam shalat, pada setiap rakaat, meskipun kata al-Matsani memiliki makna lain, sebagaimana akan dijelaskan pada tempatnya. Insya Allah.

KEUTAMAAN AL – FATIHAH

            Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id bin al-Mualla, katanya, “Aku pernah mengerjakan shalat, lalu Rasulullah saw memanggilku, tetapi aku tidak menjawabnya, hingga aku menyelesaikan shalat. Setelah itu aku mendatangi beliau, maka beliaupun bertanya, “Apa yang menghalangimu dating kepadaku ?” Maka aku menjawab, Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tadi sedang mengerjakan shalat.” Lalu beliau bersabda: Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyerumu kepada yang memberi kehidupan kepadamu.” (Qs. Al-Anfal:24) Dan setelah itu beliau bersabda, “akan aku ajarkan kepadamu suatu surat yang paling agung di dalam al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid ini.” Maka beliaupun menggandeng tangan-ku. Dan ketika beliau hendak keluar dari masjid, aku katakan, “Ya Rasulullah., engkau tadi telah berkata akan mengajarkan kepadaku surat yang paling agung di dalam al-Qur’an.” Kemudian beliau menjawab benar, ia adalah as-Sab’ul Matsani dan al-Qur’an al-Azhim yang telah di turunkan kepadaku.” 

            Penjelasan hadits ini yang khusus tentang al-Fatihah, terdiri dari beberapa hal :
1. Disebutkan dalam hadits tersebut kata shalat, dan maksudnya adalah bacaan, seperti firman Allah :
“Janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya serta carilah jalan tengah diantara keduanya itu.” (Qs. Al-Isra: 110).
2. Di haruskan membaca al-Fatihah dalam shalat, dan tanpa al-Fatihah maka shalatnya tidak sah. Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal, para sahabat mereka, serta jumhurul ulama.

            Pendapat mereka ini di dasarkan pada hadits yang disebutkan sebelumnya, di mana Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa mengerjakan suatu shalat, lalu ia tidak membaca Ummul Kitab di dalamnya, maka shalatnya itu terputus.” (HR. Muslim, al-Tirmidzi, an-Nasa’I  dan Abu Dawud, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw).
            Selain itu mereka juga mendasarkannya pada hadits yang terdapat dalam kitab shahih al-Bukhari dan Muslim, dari az-Zuhri, dari Mahmud bin az-Rabi, dari Ubadah bin ash-Shamit, ia berkata, Rasulullah saw bersabda:
“Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab”.

3. Apakah makmum juga berkewajiban membaca al-Fatihah? Mengenai hal ini terdapat tiga pendapat di kalangan para ulama:

  1. setiap makmum tetap berkewajiban membaca al-Fatihah sebagaimana imam Hal itu di dasarkan pada keumuman hadits di atas.
  2. tidak ada kewajiban membaca al-Fatihah atau surat lainnya bagi makmum sama sekali, baik dalam shalat jahr (bacaan yang dikeraskan). Maupun shalat sirri (tidak dikeraskan). Hal itu didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab al-Musnad, dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi saw bersabda: “Barang siapa shalat bersama imam, maka bacaan imam itu berarti bacaan untuk makmum juga.”
  3. al-Fatihah wajib di baca oleh makmum dalam shalat sirri, dan tidak wajib baginya membaca dalam shalat jahri. Hal itu sebagaimana yang telah ditegaskan dalam kitab shahih Muslim, dari Abu Musa al-Asy’ari, katanya, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya imam itu dijadikan sebagai panutan. Jika ia bertakbir, maka hendaklah kalian bertakbir. Dan jika ia membaca (al-Fatihah atau surat al-Qur’an), maka simaklah oleh kalian…” (Dan seterusnya).

TAFSIR ISTI’ADZAH DAN HUKUM-HUKUMNYA

Yang masyur menurut jumhurul ulama bahwa isti’adzah dilakukasebelummembaca al-Qur’an guna mengusir godaan syaitan. Menurut mereka ayat, ayat yang berbunyi, “Jika kamu hendak membaca al-Qur’an, maka hendaklah kamu minta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk, “artinya jika kamu hendak membaca.

Penafsiran seperti itu didasarkan pada beberapa hadits dari Rasulullah saw. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu SA’id al-Khudri, katanya, jika Rasulullah saw hendak mendirikan shalat malam, maka beliau membuka shalatnya dan bertakbir seraya mengucapkan: “Maha suci engkau, ya Allah, dan puji bagi-Mu. Maha agung nama-Mu dan Maha tinggi kemuliaan-Mu. Tidak ada ilah yang hak melainkan Engkau.”Kemudian beliau mengucapkan: Tidak ada ilah yang hak kecuali Allah sebanyak tiga kali.

PENGERTIAN ISTI’ADZHAH

            Isti’adzhah berarti permohonan perlindungan kepada Allah dari kejahatan setiap yang jahat. Oleh karena itu Allah SWT menyuruh manusia agar menarik dan membujuk hati syaitan jenis manusia dengan cara menyodorkan suatu yang baik kepadanya supaya dengan demikian dia berubah tabiatnya dari kebiasaannya mengganggu orang lain. Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari syaitan jenis jin, karena dia tidak menerima pemberian dan tidak dapat dipengaruhi dengan kebaikan, sebab tabiatnya jahat dan tidak ada yang dapat mencegahnya dari dirimu kecuali Rabb yang menciptakannya.

KEUTAMAAN BASMALAH

            Basmalah disunnahkan pada saat mengawali setiap pekerjaan. Disunnahkan juga pada saat hendak masuk ke kamar kecil (toilet). Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits. Selain itu basmalah juga disunnahkan untuk dibaca di awal wudhu, sebagaimana dinyatakan oleh hadits mmarfu dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan kitab-kitab sunan, dari Abu Hurairah, Sa’id bin Zaid dan Abu Sa’id, Nabi saw bersabda: Tidak sempurna wudhu bagi orang yang tidak membaca nama Allah padanya.” (hadits ini hasan).
Dapat disimpulkan bahwa diantara nama-nama Allah itu ada yang disebutkan untuk selain diri-Nya, tetapi ada juga yang tidak disebutkan untuk selain dirri-Nya, misalnya nama Allah, ar-Rahman, al-Khaliq, ar-Razzaq, dan lain-lainnya.
            Oleh karena itu Dia memulai dengan nama Allah, dan menyifati-Nya dengan ar-Rahman, karena ar-Rahman itu lebih khusus daripada ar-Rahim.

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, (Qs. 1:2)
            Al-Qurra as-Sab’ah (tujuh ahli qira’ah) membacanya dengan memberi harakat dhammah pada huruf dal pada kalimat alhamdulillah, yang merupakan mubtada dan khabar. Abu Ja’far bin Jarir mengatakan, alhamdulillah berarti syukur kepada Allah SWT semata dan bukan kepada sesembahan selain-Nya, bukan juga kepada makhluk yang telah diciptakan-Nya, atas segala nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang tidak terhingga jumlahnya, dan tidak ada seorangpun selain Dia yang mengetahui jumlahnya. Berupa kemudahan berbagai sarana untuk menaati-Nya dan anugerah kekuatan fisik agar dapat menunaikan kewajiban-kewajiban-Nya. Selain itu pemberian rizki kepada mereka di dunia, serta pelimpahan berbagai nikmat dalam kehidupan, yang sama sekali mereka tidak memiliki hak atas hal itu, juga sebagai peringatan dan seruan kepada mereka akan sebab-sebab yang dapat membawa kepada kelanggengan hidup di surga tempat segala kenikmatan abadi. Hanya bagi Allah segala puji, baik di awal maupun diakhir.

 

Maha pemurah lagi Maha penyayang. (Qs. 1:3)
            Ar-Rahmannirahiim, Al-Qurtubi mengatakan, Allah menyifati diri-Nya dengan ar-Rahman ar-Rahim setelah Rabbul alamin, untuk menyelingi anjuran (targhib) sesudah peringatan (tarhib). Sebagaimana yang difirmankan-Nya:”Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Akulah yang Maha pengampun lagi Maha penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.”(Qs. Al-An’am:165).
            Kata al-Qurthubi selanjutnya: “Ar-Rabb merupakan peringatan, sedangkan ar-Rahim merupakan anjuran.

 

Yang menguasai hari pembalasan. (Qs. 1:4)
            Sebagian Qurra membaca “malikiyaumiddinni” (dengan meniadakan alif setelah huruf mim). Sementara sebagian Qurra lainnya membaganya dengan menggunakan alif setelah mim menjadi “maliki”. Kedua bacaan itu benar, (dan) mutawatir dalam Qira’at sab’ah.
            Hari pembalasan berarti hari perhitungan bagi semua makhluk, disebut juga sebagai hari kiamat. Mereka diberi balasan sesuai dengan amalnya. Jika amalnya baik maka balasannya pun baik. Jika amalnya buruk, maka balasannya pun buruk kecuali bagi orang yang dimaafkan.

Hanya Engkaulah yang kami ibadahi dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Qs. 1:5)
            Para ahli qiraat sab’ah dan jumhurul ulama membacanya dengan memberikan tasydid pada huruf ya pada kata “iyyaka”. Sedangkan kata “nastaiinu” dibaca dengan memfathahkan huruf “na” yang pertama, menurut bacaan seluruh ahli qira’at, Menurut bahasa, kata ibadah berarti tunduk patuh. Sedangkan menurut syari’at, ibadah berarti ungkapan dari kesempurnaan cinta, ketundukan, dan ketakutan.
            Didahulukannya maf’ul (objek), yaitu kata Iyyaka, dan (setelah itu) diulangi lagi, adalah dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dan juga sebagai pembatasan. Artinya, “Kami tidak beribadah kecuali kepada-Mu, dan kami tidak bertawakal kecuali hanya kepada-Mu.” Dan inilah puncak kesempurnaan ketaatan.

 

Tunjukilah kami jalan yang lurus, (Qs. 1:6)
            Setelah menyampaikan pujian kepada Allah SWT, dan hanya kepada-Nya permohonan ditujukan, maka layaklah jika hal itu diikuti dengan permintaan. Sebagaimana firman-Nya, “Setengah intuk-Ku dan setengah lainnya untuk hamba-Ku. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.”
            Yang demikian itu merupakan keadaan yang amat sempurna bagi seorang yang mengajukan permintaan. Pertama ia memuji Rabb yang akan diajukan permintaan kepada-Nya dan kemudian memohon keperluannya sendiri dan keperluan saudara-saudaranya dari kalangan orang-orang yang beariman, melalui ucapannya.

 

(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Qs. 1:7).
            Firman-Nya, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, “adalah sebagai tafsir dari firman-Nya. Jalan yang lurus. Dan merupakan badal menurut para ahli nahwu dan boleh pula sebagai athaf bayan. Wallahu a’lam.
Artinya, tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepadanya. Yaitu mereka yang memperoleh hidayah, istiqamah, dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Bukannya jalan orang-orang yang mendapat murka, yang kehendak mereka telah rusak sehingga meskipun mereka mengetahui kebenaran, namun menyimpang darinya. Bukan juga jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang-orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, sehingga mereka berada dalam kesesatan serta tidak mendapatkan jalan menuju kebenaran.

 

 

Today, there have been 6 visitors (6 hits) on this page!
Sedang uji coba....
Kamu This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free